welcome.................

selamat datang di blog q...................
masih belajar sih...tapi semoga bermanfaat................

Minggu, 24 April 2011

Mazhab Pendidikan Kritis

Resume “Mazhab Pendidikan Kritis “
(Menyingkap Relasi Pengetahuan, Politik dan Kekuasaan)
Pengarang :M. Agus Nuryatno

Mazhab Pendidikan Kritis adalah mazhab pendidikan yang meyakini adanya muatan politik dalam semua aktifitas pendidikan , dalam diskursus pendidikan disebut juga “aliran kiri” karena orientasinya berlawanan dengan mazhab liberal dan konservatif. Tujuan mazhab pendidikan kritis adlaah memberdayakan kaum tertindas dan mentranformasikan ketidak adilan social yang terjadi di masyarakat melalui media pendidikan. Visi pendidikan kritis berdasar pemahaman bahwa pendidikan tidak bisa di pisahkan dari konteks social, cultural, ekonomi, dan politik yang lebih luas.
Mazhab pendidikan kritis berbasis pada keadilan dan kesetaraan. Sehingga pendidikan tidak hanya berkutat pada pertanyan seputar sekolah, kurikulum, dan kebijakan pendidikan, tapi juga tentang keadilan social dan kesetaraan. “kritik” menjadi bahasa yang melekat dalam mazhab pendidikan kritis, dan bahkan dalam mazhab ini , “language of critique” menjadi landasan berpijak untuk mengonstruksi bangunan epistimologi dan praksisnya. Salah satu tema pokok dalm mazhab pendidikan kritis adlah tentang kapitalisme, karena pengaruhnya yang besar dalam kehidupan masyarakat modern.
Dalam pendidikan kritis, pembelajaran ditekankan pada bagaimana memahami, mengkritik, memproduksi, dan menggunakan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk memahami realitas hidup dan mengubahnya. Metode yang di pakai adalah kodifikasi dan dekodifikasi. Dari perspektif mazhab ini, sekolah diyakini memainkan peranan yang signifikan dalam membentuk kehidupan politik dan cultural. Sedangkan guru tidak dianggap sebagai pusat segalanya. Isi atau materi pelajaran dalam pendidikan kritis bukan semata hak prerogratif para ahli tanpa melibatkan peserta didik. Pendekatan bottom up di pilih untuk mengkonstruksi kurikulum yang menjadikan peserta didik sebagai titik pijak atau entry point.
Proses pembelajaran dalam pendidikan kritis ditekankan pada how to think daripada what to think. Karena dalam proses itulah akan terjadi kritsisme, sharing ideas, saling menghargai dan assesent terhadap pengetahuan. Penekanan aspek how to think akan bisa terlaksana jika dalam pembelajarannya menggunakan metode dialogis, bukan cerita, yang steril tanpa tujuan consensus sehingga terjadi proses perbandingan dan refleksi yang membuat siswa berfikir kritis.
Filasafat dasar penddikan kritis berdasar pada asumsi bahwa : (a). manusia punya kapasitas berkembang dan berubah karena punya potensi belajar. (b). manusia punya panggilan ontologis dan historis untuk menjadi mahluk sempurna. (c). manusia adalah mahluk praksis yan hidup secara otentik hanya terlihat dalam transformasi dunia (colin:1993).

Basis teori pendidikan kritis
1. Teori Kritis Mazhab Frankfurt
Mazhab yang merepresentasikan gagasan plural ini berdiri di atas tradisi pencerahan da berakar pada tradisi jerman. Perhatian utamanya adalah membangun sebuah teori yang rasional dan dapat menghasilkan emansipasi manusia dalam masyarakat industri. Karakteristik utama teori ini yakni bahwa teori sosial harus memainkan peranan yang signifikan dalam mengubah dunia dan meningkatkan kondisi kemanusiaan. Herbert Marcuse memberikan tiga prinsip teori kritis : pertama, ia secara intregal terkait dengan realitas konkret. Wilayah diskursif nya adalah realitas sosial, bukan dalam alam abstrak dan ahistoris.
Prinsip kedua berkaitan dengan fungsi teori kritis, yaitu untuk menguji secara kritis kontradiksi-kontrsdiksi yang terjadi pada masyarakat dan berupaya mencari akar masalahnya dengan analisis deep structure. Prinsip ketiga berkaitan dengan penggunaan idealisme masa lalu untuk menilai situasi masa sekarang.
Tema-tema teori kritis mazhab Frankfrut meliputi : (a).Kritik atas kapitalisme. (b).Kritik atas positivisme.(c).Dominasi dan hegemoni.(d).Kritik ideologi
2. Antonio gramsci
Pokok pikiran Gramsci adalah tentang hegemoni dan pendidikan. Konsep hegemoni bisa dipakai sebagai alat analisis untuk memahami mengapa kelompok-kelompok subordinat secara sukarela mau berasimilasi kedalam pandangan dunia kelompok dominan, yang pada gilirannya membuat kelmpok ini menjadi mudah untuk terus melanggengkan dominasi dan kekuasaan mereka.
Proses hegemoni melibatkan penetrasi dan sosialisasi nilai, keyakinan, sikap, dan moralitas di masyarakat yang dimediasi oleh praktek-praktek sosial, politik, dan idiologi. Ketika prinsip-prinsip ini diinternalisasikan oleh masyarakat maka akn berubah menjadi common sense, yang pada akhirnya mendegradasi fakultas kritis masyarakat dan sebaliknya memperkuat status quo.
3. Paulo Freire
Freire adalah sosok yang sangat penting dalam diskursus pendidikan di dunia, termasuk Indonesia. Sebagai seorang humanis-revolusioner, beliau menunjukkan kecintaannya yang tinggi kepada manusia.).
Menurut kesaksian Martin Carnoy (1998), alasan utama mengapa Freire memiliki banyak pengikut adlah karena dia punya arah politik pendidikan yang jelas. Arah politik pendidikan Freire berporos pada keberpihakan kepada kaum tertindas. Dia berangkat dari konsep tentang manusia, manusia adalah incomplete and unfinished beings. Untuk itulah manusia di tuntut untuk selalu berusaha menjadi subyek yang mampu mengubah realitas eksistensialnya. Filsafat pendidikan Freire bertumpu pada keyakinan bahwa manusia secara fitrah mempunyai kapasitas untuk mengubah nasibnya.
Dengan demikian, proses pendidikan sebenarnya adalah mengantarkan peserta didik menjadi subjek. Guru, dalam pandangan Freire, tidak hanya menjadi tenaga pengajar yang memberi instruksi kepada anak didik, tapi mereka harus memerankan dirinya sebagai pekerja kultural. Jika pendidikan dipahami sebagai aksi kultural untuk pembebasan maka pendidikan tidak bisa dibatasi fungsi hanya sebatas area pembelajaran di sekolah, tapi peranannya harus di perluas dalam menciptakan kehidupan publik yang lebih demokratis.
Ada tiga tema dasar yang bisa disarikan dari filsafat pendidikan Paulo Freire, yaitu : (a).filsafat tentang manusia; (b).konsep tentang arkeologi kesadaran manusia; (c).pendidikan sebagai proses politik.

Critical pedagogy dan isu-isu pendidikan kontemporer
A. Sekolah, kapitalisme dan budaya positivisme
Dominasi kapitalisme tidak hanya dalam wilayah ekonomi, tapi telah merambah ke wilayah pendidikan. Dampak yang paling nyata dari dominasi kapitalisme adalah pada salah satu produk yang di hasilkannya, yaitu “culture of positivism”(giroux,1983). Pengaruh kapitalisme dan budaya positivisme terhadap pendidikan sangat jelas: ilmu yang didiseminasikan kepada peserta didik adalah ilmu yang mengorientasikan mereka untuk beradaptasi dengan dunia masyarakat industri, dengan mengorbankan aspek critical subjectivity, yaitu kemampuan untuk melihat dunia secara kritis.
Berbeda dengan hal tersebut, proses pembelajaran dalam mazhab pendidikan kritis justru diorientasikan untuk membangun sikap kritis-reflektif di dalam diri peserta didik.
B. Pendidikan sebagai media mobilitas sosial
Pendidikan bagaikan pedang bermata dua, bisa di jadikan alat domestikasi atau liberisasi, sebagai media produksi atau reproduksi kelas sosial. Semuanya tergantung siapa yang memaknai dan mempraktikannya. Dalam persepektif mazhab pendidikan kritis, pendidikan dimaknai sebagai media mobilitas kelas sosial.
C. Globalisasi , Neoliberalisme dan Politik Pendidikan
Salah satu implikasi neoliberalisme dalam dunia pendidikan adalah dijadikannya ideologi kompetisi sebagai basis pendidikan, sebagaimana ia di jadikan basis pasar bebas. Mazhab pendidikan kritis secara kritis secara kejam mengkritik ideologi ini. Argumennya, ketika ideologi kompetisi di jadikan basis pendidikan maka sesungguhnya pendidikan hanya di desain untuk kepentingan para pemenang, yaitu mereka yang cerdas, pandai, dan kuat modal ekonomi dan sosial.
Liberasi yang menjadi prinsip dasar neoliberalisme tidak hanya berlaku dalam domain ekonomi, tapi juga merambah ke bidang pendidikan. Liberasi pendidikan ini terlihat dari RUU BHP,misalnya.
D. Pendidikan Inklusif: Pendidikan Anti Diskriminasi
Pendidikan inklusif adalah proses untuk membuat semua peserta didik, termasuk di dalamnya yang tereksklusi, dapat belajar dan berpartisipasi secara efektif dalam sekolah mainstream tanpa ada yang terluka dan terdiskriminasi. Dasar-dasar pendidikan inklusif : (a).setiap orang punya hak terhadap pendidikan. (b). tidak boleh ada peserta didik yang terenklusi dan terdiskriminasi dalam pendidikan dengan alasan apapun. (c).semua anak didik dapat belajar dan mendapat manfaat dari pendidikan. (d).sekolah merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan bagi peserta didiknya. (e). Pendapat peserta didik harus di dengar dan diperhatikan. (f).perbedaan-perbedaan individual diantara peserta didik adalah sumber kekayaan dan keragaman. (g).dasar pendidikan inkluisif adalah apresiasi atas perbedaan.
E. Budaya Pragmatis Dalam Pendidikan
Saat ini ada anggapan kuat di masyarakat, bahwa sekolah itu identik dengan mencari kerja. Anggapan tersebut adlah anggapan pragmatis yang mengaitkan pendidikan dengan kebutuhan ekonomi. Tidak hanya pada masyarakatnya saja, banyak Perguruan Tinggi yang terjebak dalam budaya pragmatis. Salah satunya adalah menjadikan corporate values sebagai nilai utama dalam membangun institusi pendidikan melebihi academic values.
F. Guru Sebagai Pendidik Dan Transformasif
Sebagai pendidik profesional, pendidik harus mempunyai kompetensi-kompetensi yang di perlukan,a.l : pedagogis, kepribadian, profesional dan sosial. Guru sebagai pendidik profesional diidealkan mampu menjadi agen pembelajaran yang edukatif, yaitu menjadi fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa dan inspirator pelajaran (E.Mulyana, 2007:53-74).
Selain sebagai pendidik profesional, guru juga harus menjadi pendidik transformatif, agar menyadari adanya muatan, konsekuensi, dan kualitas politik dalam semua aktifitas pendidikan dan pengajaran. Karakteristik pendidik transformatif di antaranya : (a).memandang sukses akademik tidak hanya diukur oleh indikator kesuksesan kerja. (b).menempatkan pendidikan sebagai media mobilitas sosial. (c).memandang peserta didik sebagai historical beings, yaitu mahluk praksis yang hidup secara otentik hanya terlibat dalam transformasi dunia.(d).meyakini kemampuan peserta didik untuk berpartisipasi dalam penciptaan sejarah manusia. (e).senantiasa menghadapkan teks-teks normatif yang tertuang dalam kurikulum dengan realitas sosial yang terjadi di luar kelas. (f).memandang perlu di kembangkannya language of critic dan language of possibility alam pendidikan. Namun sayangnya, kedua hal tersebut semakin lama semakin hilang akibata derasnya arus pragmatisme pendidikan.

Inkorporasi Critical Pedagogy ke dalam pendidikan islam
Upaya mengintrodusir critical pedagogy ke dalam ranah pendidikan islam dilakukan melalui berbagai cara :
a) Inkorporasi Secara Konseptual
konsep tentang pendidikan islam
Pendidikan islam lebih di maknai dalam kerangka transmisi pengetahuan dan internalisasi nilai-nilai untuk dapat menumbuhkembangkan peserta didik agar bisa menjadi manusia dewasa sesuai dengan tujuan pendidikan islam. Pemaknaan seperti itulah yang mengindikasikan bahwa konsep pendidikan islam cenderung normatif, dan sedikit banyak mengabaikan diskursif di wilayah empiris-kontekstual. Disinilah perlunya menginkorporasi pendidikan kritis kedalam pendidikan islam tidak melulu normatif, tapi juga kontekstual (M. Agus Suyatno,2001). Pendidikan islam harus dimaknai secara lebih makro, tidak hanya dalam kerangka normatif, tapi juga dimensi historis-sosiologis, karena keberadaan pendidikan islam tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial yang lebih luas.
Language of critique perlu dihidupkan dalam diskursus pendidikan islam. Agar pendidikan islam bisa diposisikan sebagai kritik ideologi yang punya kekuatan aktif dan potensi untuk melakukan kritik sosial dan membangun pandangan yang krits terhadapa dunia, bukan sebagai pemelihara status quo, sebagaimana yang terjadi di madrasah pada masa klasik.
Konsep tentang manusia
Konsep manusia dalam pendidikan islam tidak bisa dipisahkan dari tujuan pendidikan islam dan di dasarkan pada Al-Qur’an, serta mengacu pada pembentukan karakter manusia yang ber-akhlaqul karimah, sehingga sangat kelihatan nuansa normatifnya. Disinilah perlunya menginkorporasi pendidikan kritis agar konsep manusia tidak hanya menekankan aspek religius-normatif, tapi juga aspek kesadaran kritis sehingga mampu mengenali, memahamin dan mentransformasi realitas eksistesial mereka dan mampu mengatasi situasi-batas dan aksi-batas mereka.
b) Inkorporasi secara tematik
Pendidikan islam sebagai tindakan politik
Pendidikan islam jarang di lihat dari sisi politisnya. Padahal segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran bersifat politis, karena mereka berkontribusi terhadap pembebasan atau domestikasi peserta didik. Dengan demikian, semua aktifitas pendidikan islam tidaklah netral atau apolitis, tapi selalu di dasarkan pada pandangan tertentu. Dan setiap dimensi sekolah dan setiap bentuk praktek pendidikan islam secara politis adalah ruang yang di perebutkan.
Pendidikan islam sebagai media mobilitas sosial
Konseptualisasi dan teorisasi pendidikan islam selama ini kurang memperhatikan aspek keterlibatannya dalam proses transformasi sosial. Jika pendidikan kritis di inkorporasi ke dalam pendidikan islam, maka pertanyaan yang penting di ajukan adalah “apakah pendidikan islam selama ini menjadi productive / reproductive force dan apakah ia menjadi media mobilitas sosial atau justru menjadi media reproduksi sosial?.
Pendidikan islam sebetulnya sangat potensial untuk menjadi kekuatan produktif, sebab institusi pendidikannya mayoritas input peserta didiknya dari kelas menengah-bawah.
Pendidikan islam dan isu difabelitas
Secara teoritis, pendidikan islam masih belum banyak bersentuhan dengan isu difabelitas dan bahkan isu ini belum menjadi vocabulary dalam teori dan praktek pendidikan islam. Harusnya institusi pendidikan islam turut menjadi sponsor desiminasi pendidikan inklusif, sebagai bagian dari keberpihakannya kepada kelompok difabel.
c) Inkorporasi secara pedagogis
Proses pedagogis dalam pendidikan islam di masa lalu cenderung lebih mengedepankan cara yang tidak dialogis, karena proses pembelajaran menekankan pada transmisi informasi, hapalan, dan repitisi. Sehingga hal tersebut membuat peserta didik pasif. Untuk itu, agar terjadi revolusi keilmuan, pendidikan islam harus menginkorporasi metodologi yang ditawarkan oleh pendidikan kritis, Yang secara garis besar artinya harus mengedepankan dialog daripada indoktrinisasi. Proses pedagogis yang seperti itu akan membantu dalam memgembangkan pemikiran kritis peserta didik.

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum wr.wb, boleh minta footnote nya gak kak? Atau mungkin halaman-halamannya aja juga gpp. Terima kasih

    BalasHapus