Bahasa jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa jawa terutama di beberapa bagian yang tersebar di pulau jawa. Salah satunya di daerah Istimewa Yogyakarta dan solo.
Bahasa Jawa Yogya-solo
Adalah dialek yang diucapkan masyarakat Yogya. Masyarakat Yogyakarta biasanya menyingkat kata, atau menambahi kalimat agar mantap dan enak didengar. Contoh kalimat :
-Wah, piye to iki, wis dikandhani kok ra ngrungokke. Jan! (Wah, bagaimana sih, sudah dikasih tau kok (dia) tidak mendengarkan). Kata "Jan" tak memiliki arti khusus. Kata "Jan" digunakan supaya terdengar mantap dan enak didengar).
-Piye, wis dhong opo durung?? (Bagaimana, sudah mengerti atau belum??).
-Piye je? (Kalimat ini sering di gunakan orang Yogya jika lagi bingung, biasanya digunakan oleh orang Yogya yang tinggal agak jauh dari kota.)
Penambahan Huruf m Di Depan Kata
Tiap daerah yang mencakup bagian yogya-solo, mempunyai dialek yang berbeda, perbedaan itu bisa di pengaruhi berdasar letak geografis dan sosialnya. Seperti orang Yogyakarta misalnya, mereka suka menambahi huruf m di depan sebuah kata. Misalnya,
• Baciro = mBaciro (nama kampung).
• Besuk = mBesuk.
• Bantul = mBantul.
• Bandung = mBandung.
• Bogor = mBogor.
• Dsb .
Bahasa Jawa Prokem Khas DIY
Masyarakat yogya mempunyai bahasa khas, yaitu bahasa jawa prokem. Bahasa itu sering disebut bahasa prokem atau Jawa walikan (dibalik). Dengan mengutak-atik deretan aksara Jawa yang disusun menjadi 2 baris seperti gambar di bawah. Misalnya kata “Mari” terdiri dari 2 huruf dalam huruf jawa yaitu “Ma” dan “Ri” selanjutnya dicari huruf kebalikannya, kebalikan “Ma” adalah “Da” dan “Ri” adalah “Yi” maka jadilah kata “dayi”.
Daftar aksara jawa
Begitu pula dengan kata “dab” sebagai sapaan anak-anak Yogya bisa bermakna sapaan “Mas” (kakak laki-laki) atau bisa juga untuk menyapa teman akrab, kebalikan “Ma” yaitu “Da” dan huruf “S”(sa) kebalikannya adalah “B”(ba).
Contoh :
• panyu - aku
• nyothe - kowe (kamu)
• jape methe - cae dewe (teman sendiri)
• dagadu - matamu (mata kamu)
• dsb.
Tingkatan Bahasa
Bahasa jawa Jogja-solo punya 3 tingkatan bahasa, yaitu:
Ngoko :
Ngoko kasar :”Eh, aku rep takon, omahe Budi kuwi, neng ndi?” , “Kowe lunga menyang pasar”.
Ngoko alus :”Aku nyuwun pirsa, daleme Budi kuwi, neng endi?” , “Sampeyan tindak menyang pasar”.
Ngoko meninggikan diri sendiri :”Aku kersa ndangu, omahe mas Budi kuwi, neng ndi?”
Madya :
Madya :”Nuwun sewu, kulo ajeng tanglet, griyane mas Budi niku, teng pundi?”
Madya alus :” Nuwun sewu, kulo ajeng tanglet, daleme mas Budi niku, teng pundi?”
Krama :
Krama andhap :”Nuwun sewu, dalem badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”
Krama :”Nuwun sewu, kulo badhe taken, griyanipun mas Budi punika, wonten pundi?” , “Panjenengan tindak dhateng peken”.
Krama inggil :”Nuwun sewu, kulo badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”.
Penggunaan ketiga tingkatan bahasa tersebut bisa mengungkapkan status social, kedudukan/kekuasaan/pendidikan, atau perbedaan usia lawan bicaranya. Misalnya, jika kita berbicara dengan orang yang di anggap jelas lebih tua, orang tua, sultan/ di lingkungan keraton, pejabat, majikan atau orang yang sangat kita hormati, kita menggunakan bahasa jawa krama, baik yang krama andhap maupun krama inggil. Sedangkan bahasa jawa madya di gunakan jika lawan bicara kita lebih tua, tetapi tidak terlalu jauh, orang yang di hormati, atau orang yang belum di kenal. Adapun bahasa jawa ngoko di gunakan jika kita berbicara dengan sebaya atau yang lebih muda atau tingkat strata sosialnya sama atau di bawahnya.
Penggunaan Bahasa Jawa ini menggunakan prinsip "andhap asor" atau rendah hati. Jadi untuk menunjuk diri sendiri biasanya tidak pernah digunakan tingkatan bahasa tertinggi karena dianggap menyombongkan diri. Sebagaimana kata "saya" yaitu "kula" yang berasal dari kata "kawula".
Jadi walaupun dalam susunan kalimat krama, penunjukkan ke diri sendiri selalu menggunakan kata yang setingkat lebih rendah, dengan kata-kata madya.
Bahasa Ejekan dan Bahasa Pujian
Dalam bahasa jawa jogja-solo, banyak di temui kata-kata ejekan, umpatan (pisuhan) ataupun pujian. Kata-kata ejekan/umpatan ini di pakai ketika seseorang marah, bergurau, atau mengejek temannya. Kata ejekan/umpatan ini tak jarang mengambil nama-nama sesuatu yang ada di sekitar kita. Contoh:
Asem , berarti kecut.
Asu, berarti Anjing, segawon, dan sebangsa gukguk lainnya.
Bajigur, adalah minuman hangat khas Jawa Barat. Kata ini menjadi pisuhan yang sangat Jogja sekali. Merupakan eufemisme dari kata pisuhan Bajingan.
Cangkemmu, bahasa halus dari Cocote.
Cokormu, telapak kakimu
Gentho, makna aslinya adalah Maling.
Gendheng = gila
Kemplu, biasanya dipasangkan dengan Kere. Bisa berarti bodoh atau tolol.
Kere, mengatai si obyek pisuhan sebagai orang miskin.
Ndasmu, berarti kepalamu.
Pekok, berarti tolol.
Pethuk, masih berarti tolol.
Mbahmu disko, pisuhan yang ibarat kata: bagai pungguk merindukan bulan, karena sampai kapanpun sepertinya seorang simbah-simbah tidak akan mampu disko.
Dsb
Selain itu, juga terdapat bahasa pujian. Baik itu pujian untuk sesama masyarakat atau kepada Tuhan, Rasul dan sebagainya. Bahasa pujian yang ditujukan kepada sesama, biasanya berupa kata-kata yang memuji atau mengelu-elukan. Contoh : “wah jan, pinter tenan to koe nduk, putrane sopo je!” , “ayu tenan putu ku iki!” ,ganthenge koyo satrio, dsb.
Sedangkan bahasa pujian untuk Tuhan, Rasul atau yang lainnya, biasanya di kemas dalam syair. Misalnya : di Jejeran Wonokromo Bantul, Sholawat Nabi untuk melakukan pujian kepada Nabi Suci Muhammad SAW dikemas dalam nuansa khas Jawa yang dipadukan nuansa arab. Dengan bahasa yang di gunakan dalam sholawat nabi adalah bahasa jawa halus yang di campur dengan bahasa arab.
Singkatan Bahasa/kerata basa
Dalam bahasa jawa yogya-solo, terdapat berbagai singkatan kata, entah kepanjangannya itu hanya akal-akalan untuk bergurau atau memang ada makna filosofisnya.
Misal :
Wanita = wani di toto
Kuping = kaku njepiping
Kupat = ngaku lepat
Gedhang = di geget bar madhang
Katok = di angkat mboko sitok
Garwo = sigaraning nyowo
Lamis = lambe klimis
Telek = tengik tur elek
Wedok = weweden kodok
Suruh = kesusu weruh.
Persamaan Bahasa Jawa dengan bahasa lain
Dalam bahasa jawa, terdapat berbagai macam kosakata yang mungkin di daerah lain berbeda artinya atau malah berseberangan jauh maknanya. Atau dari segi kehalusan bahasa, bisa jadi sebuah kata, di yogya termasuk kata yang halus atau kromo, namun di daerah lain menjadi kata yang sangat kasar.
Contoh :
Arti bahasa jawa Arti bahasa lain
Amis Bau ikan Manis(wajah) =B.Sunda
Kasep Terlambat Ganteng = B.Sunda
Pisan Sekali Banget,sangat = B.Sunda
Sampean Kamu Kaki = B. Sunda
Sangu Bekal Nasi = b. Sunda
Cakah Cawang/cangkah(untuk membuat ketapel) Mencari=B.Lahat,Sumsel
Urung Belum Tidak jadi = B.Lahat, Sumsel
dek adik Tidak=B.Lahat, Sumsel
Dsb Dsb Dsb
kata tingkatan bahasa
dahar krama/halus Kasar(b.sunda)
dsb dsb dsb
Pemertahanan Bahasa Jawa
Untuk melestarikan bahasa jawa di DIY, gubernur DIY, mewajibkan seluruh pegawai di DIY untuk menggunakan bahasa jawa dalam percakapan sehari-hari. Peraturan mulai di berlakukan dari tanggal 15 Agustus 2009, yang sebelumnya wajib berbahasa jawa hanya di berlakukan pada hari sabtu saja. Akan tetapi, aturan penggunaan bahasa Jawa digunakan hanya untuk komunikasi lisan. Komunikasi tertulis dan surat kepegawaian tetap dilakukan secara formal dengan menggunakan bahasa Indonesia, karena terkait dengan arsip dan dokumentasi pemerintahan.
Selain itu, untuk melestarikannya, saat ini bahasa jawa mulai di masukkan ke kurikulum sekolah tingkat atas / SMA, yang dulunya hanya ada di tingkat dasar dan menengah.
Balai Bahasa Yogyakarta juga melakukan upaya untuk melestarikan bahasa jawa tersebut, yatu dengan melakukan kegiatan penelitian pada berbagai aspek sastra Jawa, termasuk pengajarannya, yang telah diteliti mencakupi periodisasi (sejarah) sastra, jenis-jenis (genre) sastra (guritan, cerkak, cerbung, novel, drama), sistem pengarang, sistem pembaca, sistem kritik, dan lain-lain. Sebagian besar hasil penelitian itu telah diterbitkan dan disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat memanfaatkan hasil penelitian itu sebagai bahan studi.
Sebagai tindak lanjut dari program/kegiatan penelitian, Balai Bahasa Yogyakarta telah melakukan serangkaian kegiatan pengembangan, antara lain berupa penyusunan buku mengenai tata bahasa, kamus umum, kamus istilah, pedoman ejaan, bahan penyuluhan, sejarah sastra. Kegiatan pengembangan dimaksudkan sebagai pendukung program pembinaan atau pemasyarakatan bahasa dan sastra Jawa kepada khalayak luas.