welcome.................

selamat datang di blog q...................
masih belajar sih...tapi semoga bermanfaat................

Minggu, 24 April 2011

MIDANGKE (tradisi jawa kuno di yogyakarta)

Midangke adalah suatu ritual yang dilakukan oleh masyarakat dusun seneng, yang dilakukan di bawah pohon beringin,yang di anggap keramat oleh masyarakat setempat. Ritual semacam ini dilakukan karena hajat,nadzar atau keinginan seseorang terpenuhi atau terkabul. Seseorang tersebut percaya bahwa pohon itu dihuni oleh arwah para leluhur (leluhur) yang memenuhi semua permintaan atau doa masyarakat. Leluhur yang menghuni pohon beringin tersebut di kenal dengan julukan kyai borek dan nyai borek.
Orang yang doa atau permintaanya telah di kabulkan datang ke tempat tersebut dalam rangka berterima kasih kepada penunggu pohon tersebut karena telah mengabulkan permintaanya, dengan membawa beras, ketupat, gula jawa, bunga tujuh rupa, boreh, abon-abon (uang yang digunakan sebagai pengunci doa). Kemudian juru kunci segera melafalkan doa-doa dan mengutarakan maksud kedatangan orang tersebut. Setelah doa selesai di lafalkan, sang juru kunci akan menebar sedikit beras ke sekitar pohon beringin, kemudian meletakkan bunga tujuh rupa dan boreh di bawahnya. Kemudian setelah acara pembacaan mantra selesai, sang juru kunci akan mengoleskan boreh yang dibawa pasien (baca:orang yang midangke)di bawah telinga si pasien tersebut, sebagai tanda bahwa dia telah datang untuk midangke. Lalu pembantu juru kunci akan memasukkan beras, gula jawa, dan ketupat yang di bawa pasien, ke oa-doa islam
Budaya midangke ini di laksanakan setiap hari jum’at pon, di bawah pohon beringin besar yang di batangnya di bungkus dengan kain mori putih (kain yang biasanya untuk mengkafani mayat). Pada hari jum’at pon, juru kunci dan seorang pembantunya duduk di bawah pohon beringin itu menunggu masyarakat yang akan midangke. Biasanya (ang juru kunci menunggu di bawah pohon itu mulai jam 08.00-15.00 WIB. Setelah lewat jam 15.00, juru kunci akan membungkus sedikit beras, gula jawa dan ketupat untuk di bagikan ke tetangga-tetangga yang tinggal di sekitar pohon tersebut.
Juru kunci dalam ritual midangke ini turun temurun kepada anak perempuan si juru kunci. Apabila sang juru kunci tidak mempunyai anak perempuan, jabatan juru kunci akan di alihkan ke orangtua perempuan kepala dukuh di padukuhan setempat.
Selain midangke, masih ada beberapa kegiatan ritual kebudayaan yang dilakukan di bawah pohon beringin di padukuhan tersebut. Yaitu di antaranya adalah tirakatan malam satu suro (satu muharram). Tirakatan malam satu suro adalah ritual yang di lakukan oleh masyarakat setempat untuk menyambut datangnya tahun baru islam. Tirakat ini identik dengan “lek-lekan”(begadang) sampai pagi dan kenduri dalam rangka menyambut datangnya tahun baru tersebut. Dulu, sebelum agama islam masuk, tirakatan hanya lek-lekandan kenduri belaka. Tetapi setelah agama islam masuk, malam tirakatan satu suro di isi dengan pengajian dan shalawatan islam jawa. Doa keselamatan setelah kenduri juga telah menggunakan doa-doa islam.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar